#SuratUntukNeptunus Hari ke-55
Nus, aku menyesal. Aku menyesalkan sesuatu yang seharusnya tidak kujalani sebelumnya. Aku menyesal karena kesalahan diriku sendiri. Tapi pantaskah aku menyesal sekarang? Nasi sudah menjadi bubur. Kini, penyesalanku hanya sia-sia. Tak berguna. Tak ada yang memperdulikan.
Neptunus... Andai waktu bisa diputar. Tapi itu mustahil. Pengandaianku hanya sia-sia dan membuat sakit ini makin menjadi. Terus menggerogoti koridor hatiku. Dan kini aku hanya bisa diam. Menanti. Menunggu keajaiban datang menghampiri.
Adakah yang bisa membalikkan fakta ini Nus? Bicaralah padaku. Katakanlah. Aku ingin tau bagaimana pendapatmu tentang ini. Setidaknya ada yang bisa membuat penyesalanku ini hidup. Tidak hanya maya.
Aku butuh teman. Teman yang bisa mendengarkan kisah penyesalanku yang tak berarti ini. Teman yang bisa memahami setiap gerak-gerik hatiku ini. Tapi kenapa? Kenapa sampai saat ini belum kutemukan dia yang kusebut sebagai teman? Semuanya terlihat maya dimataku. Abstrak.
Untuk kesekian kalinya aku menyesal. Untuk kesekian kalinya aku terlihat tolol dimata mereka. Tak ada yang bisa mengerti tentang ini. Bahkan dengan diriku sendiri. Dunia ini terlalu rumit untuk kujalani. Andai saat itu aku tak mengikuti kata hatiku, mungkin tak akan ada penyesalan seperti ini ...
*ry
*ry
No comments:
Post a Comment